Pengertian Jual Beli Menurut Jumhur Ulama

Pengertian Jual Beli Menurut Jumhur Ulama


Pengertian Jual Beli


Jual beli dalam bahasa Arab disebut al-bai’, secara etimologi jual beli adalah (Ahmad Wardi Muslich, 2013:173)

مُقَا بَلَةُ شَيْ ءٍ بِشَيْ ءٍ

“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu lainnya”

Sedangkan dalam Hukum Ekonomi Syariah (HES), jual beli adalah pertukaran antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang.

Adapun pengertian jual beli menurut para ulama adalah :

1. Menurut Sayid Sabiq )Ahmad Wardi Muslich, 2013:173)

اَ لْبَيْعُ مَعْنَا هُ لُغَةً مَطْلَقُ ا لْمُبَا دَ لَة
“Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak”

2. Menurut Segaf Hasan Baharun (2012:1), jual beli adalah memberikan sesuatu kepada seseorang karena sesuatu yang diberikan kepadanya sebagai imbalannya dan dari arti syar’inya, jual beli adalah suatu transaksi (ijab qabul) berupa tukar-menukar harta dengan harta, dengan menggunakan ucapan ataupun perbuatan yang menunjukkan terjadinya transaksi jual beli.

Berdasarkan beberapa pengertian jual beli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli adalah transaksi tukar-menukar antara barang dengan barang maupun barang dengan uang dengan menggunakan ijab dan qabul.

Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli merupakan transaksi yang sudah menjadi kebutuhan dasar manusia, karena dengan adanya transaksi jual beli seluruh kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Selain itu, ulama-ulama terdahulu juga menggunakan jual beli sebagai pengikat tali silaturahmi dan juga dakwah agama Islam. Jika dilihat dari aspek hukumnya, jual beli hukumnya mubah, kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’. Adapun dasar hukum jual beli antara lain :

1. Surah Al-Baqarah ayat 275 :

Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.

2. Surah An-Nisa ayat 29 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.

3. Surah Al-Baqarah ayat 282 :

Artinya : Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.

4. Hadis dari Rifa’ah ibnu Rafi’

عَنْ رِ فَا عَةَ بْنِ رَ ا فِعٍ اَ نَ ا لنَّبِيْ ص سُئِلَ : اَ يُّ ا لْكَسْبِ اَ طْيَبِ؟ قَ لَ : ( عَمَلُ اَ لرَّ جُلِ بِيَدِ هِ, وَ كُلُّ بَيْعٍ مَبْرُ وْ رٍ ) ر و ا ه ا لبز ر و صحّحه ا لحا كمُ

Artinya : Dari Rifa’ah ibnu Rafi’, “Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) yang paling baik? Rasulullah saat itu menjawab, usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (HR al-Bazar dan al-Hakim) (Ahmad Wardi Muslich, 2013:178).

5. Hadis dari Syuaib

أَ نَّ ا لنَّبِي صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَ اَ لِهِ وَ سَلَّمَ قَا لَ : ثَلاَ ثٌ فِيْهِنَّ البَرَ كَة : البَيْعُ إِ لَى أَ جَلٍ, وَ ا لمُقَا رَ ضَة, وَ خَلْطُ ا لبُرّ بِا شَعِيرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَا جَه)

Artinya : Dari Syuaib Rasulullah SAW bersabda, “Tiga perkara yang didalamnya  terdapat keberkahan : menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual (HR Ibnu Majah) (Slamet Wiyono, 2005:39).

6. Hadis Ibnu ‘Umar

عَنِ ا بْنِ عُمَرَ قَا لَ قَا لَ رَ سُوْ لُ ا للّه صَلَّى ا للّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : اَ لتَّا جِرُ ا لصَّدُ وْ قُ ا لْأَ مِيْنُ ا لْمُسْلِمُ مَعَ ا لشُّهَدَ ا ءِ يَوْ مَ ا لْقِيَا مَةِ.

Artinya : Dari Ibnu ‘Umar  ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : Pedagang yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para syuhada pada hari kiamat (HR Ibnu Majah) (Ahmad Wardi Muslich, 2013:178).

Rukun Jual Beli


Pengertian rukun adalah sesuatu yang merupakan unsur pokok pada sesuatu dan tidak terwujud sebuah jual beli jika ia tidak ada. Misalnya, penjual dan pembeli merupakan unsur yang harus ada dalam jual beli. Jika penjual dan pembeli tidak ada atau hanya salah satu pihak yang ada, jual beli tidak mungkin terwujud (Siti Mujiatun, 2013:205).

Menurut Imam Hanafi (dalam Wahbah Az-Zuhaili, 2011:28) rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan adanya maksud untuk saling menukar atau sejenisnya (mu’athaa). Dengan kata lain, rukunnya adalah  tindakan berupa kata atau gerakan yang menunjukkan kerelaan dengan berpindahnya barang dan harga tersebut.

Sedangkan menurut Segaf Hasan Baharun (2012:8) rukun jual beli adalah :

1. Aqidani, yaitu dua orang  yang akan melakukan transaksi jual beli yang terdiri dari si penjual yaitu seseorang yang memiliki barang yang akan dijual dan si pembeli yaitu seseorang yang akan membayar harga barang yang akan dibeli.

2. Ma’qud Alaihi, yaitu sesuatu yang akan diperjualbelikan yang juga terdiri dari dua hal yaitu barang yang akan dijual dan harga yang akan dibayarkan.

3. Shighoh, yaitu kalimat transaksi yang terdiri dari ijab yaitu kalimat yang diucapkan oleh si penjual dan qabul yaitu kalimat yang diucapkan oleh si pembeli.

Syarat Jual Beli


Selain rukun ada beberapa syarat dalam jual beli yang harus terpenuhi, adapun pengertian dari syarat adalah sesuatu yang bukan merupakan unsur pokok tetapi harus ada didalamnya (Siti Murjiatun, 2013:205). Berikut ini adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu (Ahliwan Ardhinata, 2015:49) :

Syarat bagi penjual dan pembeli

  1. Berakal sehat, artinya bahwa antara penjual dan pembeli adalah orang yang berakal sehat dan waras, tidak mengalami gangguan kejiwaan atau gila.
  2. Berdasarkan kehendak sendiri, dalam transaksi jual beli, penjual maupun pembeli tidak bertransaksi karena adanya paksaan dari pihak manapun.
  3. Tidak berfoya-foya, dalam hal ini pihak pembelilah yang tidak diperbolehkan membeli sesuatu dengan menghambur-hamburkan atau berlebihan dalam membeli suatu barang sehingga barang yang dibeli menjadi mubadzir.
  4. Cukup umur (baligh), para pelaku traksaksi jual beli hendaknya sudah dewasa atau baligh, sehingga mengerti betul mengenai hukum jual beli.

Syarat barang dan harga

  1. Halal dan suci, tidak sah suatu jual beli barang yang diharamkan oleh agama Islam.
  2. Bermanfaat, barang yang diperjualbelikan memberikan suatu manfaat kepada pembeli.
  3. Dapat dipegang, dirasakan dan dikuasai.
  4. Milik sendiri.
  5. Dapat dilihat bentuk dan sifat-sifatnya.

Syarat ijab dan qabul

Ijab artinya perkataan penjual, sedangkan qobul artinya perkataan pembeli. Dalam ijab qobul, baik penjual maupun pembeli harus saling mengesahkan. Artinya jika penjual mengucapkan kata atau kalimat ijab maka pembeli harus mengucapkan kata atau kalimat qobul. Sebaliknya apabila pembeli mengucapkan kata atau kalimat qobul, maka penjual harus membalas dengan kata atau kalimat ijab.

Jual beli yang dilarang


Jual beli yang diharamkan dan bathil (Muhammad Rizqi Romdhon, 2015:49)

  1. menjual  susu yang belum diperas dan menjual bulu wol yang belum dicukur dari dombanya atau menjual buah-buahan yang belum matang di pohonnya.
  2. Jual beli yang rnengandung unsur judi, seperti membeli barang dalam keadaan gelap dengan hanya menyentuhnya tanpa mengetahui barang tersebut seperti apa atau membeli barang dengan cara melemparkan kerikil yang terkena kerikil itulah yang akan dibeli atau menjual barang yang tersentuh atau disentuh pelanggan walau belum ada keinginan untuk membeli.
  3. Dua harga dalam satu akad jual beli, seperti saya menjual rumah ini seharga sekian dengan timbal balik saya membeli mobil anda dengan harga sekian. Sedangkan jual beli secara grosir diperbolehkan dengan cara tidak menyebutkan dua harga dalam akadnya.
  4. Al-‘urbun, yaitu menjual suatu barang dengan ketentuan apabila akad tidak terlaksana maka pembeli memberikan hadiah kepada penjual dan apabila akad terlaksana pembeli tetap memberi hadiah kepada penjual dengan tambahan harga.
  5. Menjual utang dengan utang, seperti “A” mempunyai utang pembelian kepada “B”, “C’ mempunyai utang pembelian kepada “A”. Lalu “A” menjual utang pembelian “C” kepada “B” supaya utangnya terbayar. Jual beli ini diharamkan karena tidak ada kemampuan untuk menyerahkan objek penjualan.
  6. Menjual barang yang belum menjadi milik penjual.

Jual beli yang haram tapi sah jual belinya (Muhammad Rizqi Romdhon, 2015:50)

  1. AI-Musharah, yaitu menjual ternak perah dan dengan sengaja tidak memerahnya beberapa hari supaya terkumpul air susunya sehingga pembeli terkecoh dengan derasnya air susu perahan sewaktu membeli ternak tersebut, sehingga bisa menaikan harga jualnya. Tapi apabila pembeli rnengetahui hal tersebut sebelumnya dan tetap membeli maka hal tersebut tidak menjadi masalah.
  2. An-Najsy, yaitu penjual bekerjasama dengan seseorang yang sengaja menawar tanpa ada maksud membeli. Namun bermaksud agar pembeli pesaingnya membeli dengan harga lebih mahal.
  3. Jual beli penduduk kota dengan penduduk kampung, yaitu penduduk kota sengaja mencegat penduduk kampung untuk membeli barangnya dengan maksud menjualnya lebih mahal di kota. Jual beli ini diharamkan karena memberikan kesusahan kepada orang lain.
  4. Pertemuan dua kafilah, yaitu penjual mencegat rombongan penjual lainnya, lalu membeli barangnya dengan menakut-nakuti bahwa barang yang dibawa mereka tidak berharga sehingga dapat dibeli murah oleh mereka.
  5. Al-Ihtikar, yaitu membeli kebutuhan pokok dari pasaran dan menimbunnya dengan maksud menaikkan harganya ketika orang lain sangat membutuhkannya.
  6. Jual beli atas jual beli saudaranya, seperti “A” mendatangi pembeli yang masih dalam masa khiyar dan ditawari barangnya yang lebih berkualitas dengan harga sama atau ditawari barang yang sama dengan harga yang lebih murah.
  7. Melakukan jual beli dengan orang yang telah diketahui semua hartanya didapatkan dengan cara haram. Namun apabila diketahui bahwa hartanya hanya sebagian dari hasil haram, maka makruh jual beli dengannya.


Disqus Comments